Minggu, 07 Mei 2017

Biore & Biorf saling klaim

JAKARTA:  Perusahaan produk kosmetik KAO Corporatin Jepang meminta Pengadilan Niaga membatalkan merek Biorf.

Merek itu memiliki persamaan dengan merek Biore yang telah terdaftar di Direktorat Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM.

“Penggugat meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini agar membatalkan merek Biorf yang diterbitkan Direktur Merek Ditjen HKI Kemenkum HAM  kepada PT Sintong Abadi,”ungkap kuasa hukum penggugat KAO Corporation Jepang, melalui kuasa hukumnya Nidya Kalangie dalam gugatannya di Pengadilan Niaga, Kamis, 8 Maret 2012.

Dalam gugatannya, Nidya mengatakan persamaan nama merek produk kosmetik tergugat itu sangat berpotensi menimbulkan kebingungan terhadap konsumen.

Misalnya, jika kedua produk kosmetika itu disandingkan di supermarket, konsumen akan bingung dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan pemilihan yang salah atas kedua jenis produk sabun cuci muka tersebut.

Pada bagian akhir petitumnya, kuasa hukum penggugat itu meminta majelis hakim agar menyatakan Biore sebagai merek terkenal dalam produk sabun cuci muka tersebut dan membatalkan merek Biorf yang memilik persamaan dengan Biore.

Dalam jawaban tertulisnya yang disampaikan di hadapan majelis hakim diketuai Marsudin Nainggolan, kuasa hukum tergugat PT Sintong Abadi, Edi Negara Siahaan, menolak produk sabun cuci kliennya itu memiliki persamaan dengan Biore.

“Penggunaan nama Biorf terdiri atas satu suku kata, sedangkan Biore memiliki tiga suku kata. Artinya, tidak benar jika produk Biorf itu memiliki persamaan dengan Biore.”

Makna kata Biorf, kata Edi, berasal dari bahasa China yang mengandung makna perubahan menuju kesegaran. “Jadi tidak meniru merek Biore yang diproduksi perusahaan klien penggugat, apalagi perusahaan klien kami terbukti memiliki izin dari Direktur  Merek Ditjen HKI, Kemenkum HAM,”katanya.(msb)


Extra Joss versus Enerjos


         Kamis, 19 Mei 2005, Pengadilan Niaga Jakarta yang diketuai Edy Cahyono mengabulkan permohonan pembatalan Merek Enerjos milik PT. Sayap Mas Utama, yang dimohonkan oleh pemilik Merek Extra Joss, PT. Bintang ToedjoeSebagaimana diberitakan, PT. Bintang Toedjoe mengajukan gugatan terhadap PT. Sayap Mas Utama yang memiliki Merek Enerjos. PT. Bintang Toedjoe menuding pihak PT. Sayap Mas Utama mendompleng ketenaran Merek Extra Joss yang terdaftar sebagai Merek Terkenal pada Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (H.K.I.) Depkum HAM. Menurut PT. Bintang Toedjoe, ada kesan di masyarakat bahwa minuman kesehatan Enerjos adalah varian dari Extra Joss. Persepsi inilah yang dinilai telah merugikan pihak PT. Bintang Toedjoe. Akhirnya, PT. Bintang Toedjoe mengajukan gugatan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Bahkan sebenarnya sebelum pengajuan gugatan pun, pihak PT. Bintang Toedjoe pernah mengajukan oposisi terhadap Merek Enerjos, yaitu ketika masih berada dalam proses pendaftaran di Dirjen H.K.I. Namun ketika itu, Dirjen H.K.I. menolak dan tetap meloloskan Merek Enerjos.
Pihak PT. Sayap Mas Utama selaku tergugat tidak tinggal diam. Perusahaan ini mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dan hasilnya, oleh MA, PT. Sayap Mas Utama dinyatakan berhak menggunakan nama pemegang Sertifikat Merek Enerjos, dan bahkan pihak PT. Bintang Toedjoe dituntut membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000.000,-. Lantaran putusan MA yang dianggap kontroversial inilah maka PT. Bintang Toedjoe mengancam memindahkan pabriknya ke luar negeri. PT. Bintang Toedjoe menganggap pemerintah mengabaikan perlindungan hukum terhadap produk andalannya, Extra Joss. Bahkan pihak PT. Bintang Toedjoe tengah mengkaji kemungkinan merelokasi pabriknya yang kini berlokasi di kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta, ke Filipina atau Vietnam.
Terhadap putusan MA, pihak PT. Bintang Toedjoe sebagai produsen Extra Joss telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan Majelis Hakim Agung pada tingkat kasasi yang memenangkan PT. Sayap Mas Utama sebagai produsen Enerjos. Kuasa hukum PT. Bintang Toedjoe, Justisiari Perdana Kusumah dari Soemadipradja & Taher di Jakarta, mengatakan bahwa pengajuan PK dilakukan, karena telah ditemukannya bukti baru (novum) yakni adanya biaya promosi yang dilakukan PT. Bintang Toedjoe sejak tahun 1997—2000. Selain itu, kuasa hukum PT. Bintang Toedjoe mengatakan bahwa Majelis Hakim Agung MA telah melakukan kesalahan pada tingkat kasasi dalam memutuskan perkara, yakni terjadinya kesalahan yang dilakukan majelis hakim di tingkat kasasi dalam memutuskan perkara, yakni mengenai penilaian tentang Merek Terkenal (well known marks).
Pada titik ini dapat dikatakan bahwa pokok sengketa antara kedua perusahaan tersebut dalam kaitan dengan Merek Extra Joss dan Enerjos ialah sebagai berikut. Pertama, adanya kemiripan nama dari kedua Merek tersebut, terutama dalam hal pengucapan (dengan tekanan pada kata “jos”), padahal kedua jenis barang tersebut berada dalam kelas barang yang sama. Kedua, adanya tudingan bahwa PT. Sayap Mas Utama mendompleng ketenaran Merek Extra Joss yang terdaftar sebagai Merek Terkenal pada Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (H.K.I.) Depkum HAM oleh pihak PT. Bintang Toedjoe. Ketiga, munculnya Merek Enerjos telah menimbulkan kesan di masyarakat bahwa minuman kesehatan Enerjos adalah varian dari Extra Joss; dan persepsi ini dinilai telah merugikan pihak PT. Bintang Toedjoe.

Tanggapan
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, pokok sengketa pertama antara PT. Bintang Toedjoe dan PT. Sayap Mas Utama berhubungan dengan Merek Extra Joss dan Enerjos ialah adanya kemiripan nama dari kedua Merek tersebut, terutama dalam hal pengucapan dengan tekanan pada kata “jos”. Jika dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, pada pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa permohonan (pendaftaran Merek) harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dan mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya. Maka dapat dikatakan bahwa Merek Extra Joss dan Enerjos memiliki persamaan bunyi ucapan (kata ”jos”). Padahal, secara konstitutif, pihak PT. Bintang Toedjoe-lah yang lebih dahulu mendaftarkan nama Extra Joss sebagai Merek Dagang-nya. Itu berarti, pendaftaran Merek Enerjos harus ditolak.
Berdasarkan kasus diatas, PT. Sayap Mas Utama menggunakan merek “Enerjos” yang hampir menyerupai merek terkenal “Extra Joss”, pelanggaran merek ini terjadi karena produsen ingin memperoleh keuntungan tetapi cara yang dilakukan adalah merugikan pihak lain. Menurut saya, hal ini seharusnya tidak terjadi, karena merek mempunyai arti penting dalam suksesnya pemasaran. Suksesnya pemasaran akan mempengaruhi kemajuan perusahaan dan dengan merek yang terkenal maka akan terjamin kesuksesannya.
            Hak atas merek adalah Hak Kekayaan Intelektual yang harus dilindungi, dengan adanya perlindungan maka kepentingan pemegang hak merek juga dilindungi. Namun, dalam kenyataannya perlindungan terhadap Hak Atas Merek belum baik terbukti masih terdapat pelanggaran merek, karena dalam undang-undang tersebut masih banyak celah yang dapat mempengaruhi timbulnya pelanggaran merek. Seharusnya, Undang-Undang perlu diregulasi, dengan regulasi diharapkan Hak Atas Merek terdaftar terlindungi dengan baik. Regulasinya adalah terhadap pasal-pasal yang berhubungan dengan perlindungan Hak Atas Merek.

Produk Cap Kaki Tiga Terancam Ditarik dari Pasaran

JAKARTA, KOMPAS.com — Ditjen Kekayaan Intelektual mencoret merek Cap Kaki Tiga setelah dikabulkannya gugatan warga negara Inggris, Russel Vince, atas seluruh sertifikat merek tersebut milik Wen Ken Drug oleh Mahkamah Agung (MA).
"Sejak tanggal 2 September 2016 sudah dicoret merek itu," kata Direktur Merek dan Indikasi Geografis Dirjen KI Kemenkumham, Fathlurachman, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/9/2016).
Fathlurachman menegaskan, keputusan mencoret merek Cap Kaki Tiga tersebut tidak lain untuk mematuhi perintah pengadilan atau MA. Artinya, kata dia, siapa pun tidak berhak lagi menggunakan merek itu. "Tidak berhak gunakan merek itu lagi," tegasnya.
Oktavian Adhar selaku kuasa hukum Russell Vince menjelaskan, putusan itu juga memerintahkan Ditjen HAKI melarang serta menolak pihak mana pun yang akan mendaftarkan lambang atau logo yang memiliki kemiripan dengan lambang atau logo Negara Isle of Man.
"BPOM juga wajib untuk melarang peredaran produk dan kemasan Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug atau pihak mana pun yang memiliki kesamaan pada pokoknya dengan lambang atau logo milik negara Isle of Man dan segera menarik seluruh produk dan kemasan Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug yang masih beredar di pasaran," katanya.
Dia mengatakan, kliennya, Russell Vince, yang berkebangsaan Inggris memperkarakan Wen Ken Drug terkait penggunaan merek dagang Cap Kaki Tiga, yang menyerupai lambang negara Isle of Man di Indonesia.
Argumentasi Russel tersebut diperkuat Pasal 3 ayat (1) dan 4, Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS).
"Pengajuan gugatan di Indonesia, bukan di tempat asal Wen Ken Drug di Singapura, karena klien kami melihat merek Cap Kaki Tiga hanya beredar di Indonesia. Karena itu, putusan MA ini diharapkan untuk dipatuhi dan dilaksanakan," pungkas Oktavian.

Sabtu, 06 Mei 2017

Sejak Dulu AQUA Memang "Tanpa" LIVA

Kasus kemiripan nama merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.
Mereka (AQUALIVA) melakukan pemberian nama dengan mendompleng nama AQUA sadar ataupun tidak sadar telah melakukan pembohongan public, karena public banyak yang merasa dibohoongi karena kemiripan nama yang dipakai atas nama suatu produk. Dan tidak sedikit pula kerugian yang dirasakan konsumen akan hal ini. misalkan saja kepuasan yang tidak terpenuhi di rasakan konsumen akan produk palsu tersebut.
Selain itu, banyak pula konsumen yang mengira bahwa perusahaan AQUA melakukan inovasi dengan meluncurkan produk baru dengan nama produk yang hampir sama, karena terdapat nama AQUA di depan produk baru tersebut yang nyatanya AQUA sama sekali tidak mengeluarkan produk tersebut melainkan perusahaan lain yang ingin mendompleng nama AQUA semata.
MA menggunakan parameter berupa:
  • Persamaan visual
  • Persamaan jenis barang; dan
  • Persamaan konsep.
Aqua
Jika pendaftar pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya, tentu ia dapat menggugat pembatalan merek dimaksud, dengan mengajukan dan membawa masalah ini ke meja hokum. Bahkan dengan parameter tersebut, maka Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.
Bahkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 telah memberikan arahan yang jelas bagi Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM agar menolak permohonan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya.
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain. Unsur-unsur yang menonjol pada kedua merek itu dapat menimbulkan kesan adanya persamaan tentang:
(i) bentuk;
(ii) cara penempatan;
(iii) cara penulisan;
(iv) kombinasi antara unsur-unsur atau persamaan bunyi ucapan.
Jadi bila ada kesengajaan suatu peroduk baru menggunakan nama yang sama, maka dapat ditindak tegas dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai pencabutan merek produk tersebut maupun penarikan produk dari pasaran serta kerugian jumlah materi yang dialami oleh produk yang namanya didompleng oleh produk baru tersebut.
 
Kesimpulan : Dari contoh kasus diatas bahwa penanganan dari hak merek tersebut sangat sangat harus diperhatikan, karena dari hak merek tersebut mengandung unsur undang-undang yang telah memiliki ketetapan oleh setiap perusahaan untuk memberikan nama merek pada setiap produksi barang / jasa yang telah di luncurkan agar tidak terjadi kesalah pahaman oleh segala pihak perusahaan, serta menetapkan cipta hak merek tersebut kepada wewenang yang berwajib supaya tidak terjadi hal-hal seperti pembajakan hak merek tersebut.

Si Ringgo Star resmi "diharamkan" oleh Sang Ringo Star.

JAKARTA - PT Asia Global Media harus merelakan merek Ringgo Star miliknya setelah gugatan pembatalan yang diajukan oleh Richard Starkey dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Richard Starkey merupakan musisi yang tergabung dalam grup musik The Beatles. Pria yang berasal dari Inggris Raya tersebut dikenal dengan nama panggung Ringo Starr.

Kuasa hukum penggugat Ali A. Algaiti mengatakan gugatannya terhadap PT Asia Global Media dikabulkan seluruhnya dan pendaftaran merek Ringgo Star milik tergugat diperintahkan untuk dibatalkan.
"Putusan majelis hakim sudah sesuai dengan fakta hukum, merek klien kami memang sudah dikenal banyak orang jauh sebelum tergugat mendaftarkan miliknya," kata Ali, Rabu (22/6/2016).

Dia akan menghormati sikap tergugat jika hendak mengajukan upaya hukum kasasi. Kendati tidak hadir selama persidangan, majelis hakim tidak memutus perkara secara verstek karena Direktorat Merek selaku turut tergugat selalu hadir. Dalam persidangan, ketua majelis hakim Budi Riyanto mengatakan Richard Starkey merupakan pihak yang berkepentingan. Hal tersebut sesuai Pasal 68 ayat 1 Undang-undang No. 15/2001 tentang Merek.

"Penggugat adalah pemilik satu-satunya merek Ringo Starr yang sah, maka mempunyai hak tunggal dan ekslusif atas penggunaan merek tersebut," kata Budi saat membacakan amar putusan, Selasa (22/6/2016).
Dalam pertimbangannya, Ringo Starr dinyatakan sebagai merek yang terkenal dan terdaftar di sejumlah negara. Perinciannya, terdaftar di Amerika Serikat pada November 2001, Australia pada Mei 2000, China pada Oktober 2001, Inggris Raya pada Mei 2000, dan Jepang pada Maret 2003.

Pendaftaran tersebut termasuk pengajuan permohonan penggugat melalui Direktorat Merek.
Ringo Starr terdaftar dengan sejumlah agenda pada 5 Februari 2016, pertama, No. D00.2016.005924 untuk melindungi jenis barang kelas 09. Adapun, kelas tersebut melindungi CD-ROM pra-rekaman, perangkat lunak, piringan hitam, dan perekam suara musik yang dapat diunduh.

Kedua, No. D00.2016.005937 untuk melindungi jenis barang kelas 28, yakni mainan, patung kecil, boneka, atau instrumen musik mainan. Ketiga, No. J00.2016.05926 untuk melindungi jenis jasa dalam kelas barang 35, yaitu jasa produksi, publikasi, atau distribusi untuk penyiaran TV.
Keempat, J00.2016.005935 untuk melindungi jenis jasa dalam kelas 38, antara lain penyiaran TV, TV kabel, streaming konten audio, maupun konten pertunjukan hiburan yang ditampilkan melalui internet. Terakhir, J00.2016.005933 untuk melindungi kelas 41, yakni hiburan pertunjukan, produksi perekam pita video dan suara, serta produksi film bioskop. Berdasarkan bukti penggugat, merek Ringo Starr sudah sejak lama dipergunakan dan dipromosikan ke beberapa negara. penggugat bergabung dengan John Lennon, Paul McCartnet, dan George Harrison dalam grup The Beatles periode 1960 hingga 1970.

Majelis hakim menuturkan tergugat telah mencatatkan merek Ringgo Star dalam daftar umum dan terdaftar dengan lima nomor sertifikat yakni No. IDM000255941, IDM000263049, IDM000252426, IDM000252425, dan IDM000252424. Faktanya, merek tersebut memiliki kesamaan penulisan, pengucapan, maupun jenis barang dan jasa yang dilindungi. Menurutnya, persamaan jenis tersebut dikhawatirkan akan berisiko membingungkan konsumen. Masyarakat akan kesulitan untuk membedakan merek kedua pihak.

Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Undang-undang No. 15/2001 tentang Merek disebutkan permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain dengan barang/jasa sejenis. Budi berpendapat perolehan merek tergugat dilandasi adanya iktikad membonceng ketenaran atau meniru kreativitas dari penggugat. Padahal, peniruan merek juga telah dilarang sesuai dalam Konvensi Paris.

Dalam pemeriksaan perkara, majelis hakim mengatakan beban pembuktian berada pada pihak penggugat sebagai subjek hukum. Penggugat tercatat mengajukan empat bukti surat dalam persidangan.
Dia menambahkan baik penggugat maupun turut tergugat tidak mengajukan saksi maupun ahli. Kendati tidak pernah hadir sejak awal persidangan, putusan tidak diputus secara verstek.

Tuppeware Ikut "Perang" Perebutan Penggunaan Nama Belakang

Sudah kita ketahui bahwa Tupperware ini merupakan  merek dari produk yang dibuat oleh DART INDUSTRIES INC yang berasal dari Amerika Serikat. Perusahaan ini memproduki berbagai jenis perlengkapan Rumah Tangga, diantaranya seperti perlengkapan makan, dan juga yang lainnya yang tempatnya itu kecil yang dapat dibawa untuk dibawa untuk kepentingan rumah tangga yang berasal dari plastic dengan bahan yang sudah layak atau sudah terstandar dengan baik. Tempat-tempat ini juga digunakan untuk berbagai fungsi seperti untuk menyimpan bahan  makanan, menyimpan bumbu, dan lain-lain.



 VS

Merek Tupperware ini sudah terdaftar di Indonesia dengan nomor pendaftaran 263213, 300665, 300664, 300666, 300658, 339994, dan 339399 itu merupakan merek-merek yang sudah didaftarkan,oleh Tupperware akan tetapi merek Tulipware ini baru mengajukan permintaan pendaftaran merek  pada direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Produk yang di produksi oleh DART INDUSTRIES INC ini sudah dipasarkan di 70 negara dengan merek TUPPERWARE. Di Indonesia sendiri Tupperware ini sudah memasarkan produknya melalui Distributor Nasional sekaligus sebagai penerima lisensi yaitu PT. IMAWI BENJAYA. Selaku Distribusi Nasional sebagai penerima lisensi dari produk Tupperware  PT IMAWI ini menemukan beberapa produk yang desainnya itu sama dengan desain milik Tupperware yang desain dengan merek Tulipware yang di produksi oleh CV CLASSIC ANUGERAH SEJATI yang lokasinya itu terletak di Bandung. Bentu pelanggaran yang dilakukan adalah mengenai merek TUPPERWARE dengan merek TULIPWARE untuk produk yang sejenis serta persamaan WARE diakhir kata.

DART INDUSTRI INC, selaku pemilik merek Tupperware telah memasang iklan pengumuman disurat kabar untuk mengingatkan kapada konsumen bahwa telah beredar merek ynag hamper sama yaitu TULIPWARE. Sedangkan undang-undang merek telah memberikan ancaman berupa ancaman pidana kepada orang yang menggunakan merek y ang sama maupun memproduksi barang yang sama pula. Besarnya ancaman pidana yang diberikan itu terdapat didalam pasar 90dan 91.

Seharusnya CV CLASSIC ANUGERAH SEJATI yang memproduksi TULIPWARE tidak menggunakan nama produk yang hamper sama dan juga jenis produk yang hamper sama pula. Seharusnya TULIPWARE ini mengganti namanya dan juga mengganti jenis-jenis produk yang sama dengan TUPPERWARE. K-2

Merek IKEA Surabaya menang atas IKEA Belanda

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi INTER IKEA SYSTEM B.V. atas PT. RATANIA KHATULISTIWA, perusahaan asal Surabaya. Dalam putusan bernomor 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015, itu MA menyatakan bahwa Judex Facti oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tepat dan benar serta tidak salah menerapkan hukum. Dengan alasan bahwa merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya salama 3 tahun berturut- turut dapat dihapus dari Daftar Umum Merek.

Posisi kasus yaitu ketika IKEA internasional, yang bermarkas di 2 Hullenbergweg, Belanda, menggugat perusahaan Surabaya, PT Ratania Khastulistiwa. IKEA internasional adalah singkatan dari:


IKEA Belanda


Ingvar
Kamprad
Elmatayd
Agunnaryd

sedangkan IKEA lokal dalah kependekan dari:


IKEA Surabaya


Intan
Khastulistiwa
Esa
Abadi.





MA menyatakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 61 ayat (2) huruf a UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek, maka merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya selama 3 tahun berturut-turut dapat dihapus dari Daftar Umum Merek. Hal mana telah terbukti adanya dalam perkara ini, yaitu bahwa sesuai hasil pemeriksaan terbukti merek dagang IKEA untuk kelas barang/jasa 21 dan 20 terdaftar atas nama tergugat masing-masing telah tidak digunakan oleh tergugat selama tiga tahun beruturut-turut sejak merek dagang tersebut terdaftar pada turut tergugat.

“Karena itu putusan Judex Facti sudah layak untuk dipertahankan,” jelas kutipan Putusan MA.

Namun, hakim anggota I Gusti Agung Sumanatha menyatakan dissenting opinion. Menurutnya, Pengadilan Niaga di PN Jakarta Pusat salah dalam menerapkan hukum. Merek IKEA milik tergugat merupakan merek terkenal sehingga tidak terdapat alasan untuk dapat menghapus merek tersebut.

“Secara kasat mata toko milik tergugat yang menjual produknya tersebar di Indonesia toko resmi IKEA yang cukup besar beradai di Jalan Alam Sutera Tanggerang Banten, sehingga dengan demikian Pasal 61 ayat (2) huruf a UU No 15 Tahun 2001 tentang merek tidak dapat diterapkan,” jelasnya.

Namun demikian, hakim mengambil putusan dengan suara terbanyak dan menyatakan bahwa permohonan kasasi harus ditolak. “Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan atau undang-undang sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi INTER IKEA SYSTEM B.V harus ditolak,” tulis putusan MA.

Untuk diketahui permohonan Permintaan pendaftaran Merek “IKEA” oleh Pengguat untuk kelas 20 dan 21 telah diterima pendaftarannya oleh DIRJEN HAKI adalah sah. Kelas 20 adalah untuk jenis barang/jasa perabot rumah, cermin, bingkai gambar, benda- benda (yangtidak termasuk dalam kelas- kelas lain) dari kayu dan rotan. Kelas 21 untuk jenis barang/ jasa perkakas dan wadah- wadah untuk rumah tangga atau dapur (bukan dari logam mulia tembikar yang tidak termasuk dalam kelas lain. Sedangkan IKEA singkatan dari “Intan Khatulistiwa Esa Abadi”.

Dalam keberatannya, IKEA menyatakan bahwa gugatan yang diajukan olej pemohon tidak berdasarkan iktikad baik. Hal tersebut dilandasi maksud meniru dan membonceng keterkenalan merek  “IKEA” Tergugat.

“Oleh karenanya itu, argumen Termohon kasasi yang mendalilkan dirinya sebagai pihak yang berkepentingan terhadap merek IKEA di Indonesia dilandasi oleh iktikad tidak baik. Termohon Kasasi sebagai pihak yang berkepentingan untuk menggunakan Mereka IKEA dengan maksud membawa manfaat bagi perekonomian nasional Indonesia, tindakan termohon kasasi dalam menggunakan serta mendaftarkan merek yan jelas memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal, dalam hal ini merek IKEA milik pemohon kasasi, justru menunjukan iktikad tidak baik Termohon kasasi yang bermaksud mendompeng keterkenalan merek IKEA Pemohon Kasasi,” demikian kutipan putusan MA.

Kasus Pemalsuan Merek, Adidas 2 kali menang.

Adidas Shoes



Merek adidas Holder AG menang di Central kasus Pengadilan Negeri Jakarta terkait pelanggaran khasnya 3-STRIP. Kemenangan ini bukan kali pertama bagi adidas di Indonesia dalam kasus serupa.
Pada 4 Mei 2012 adidas mendapatkan perlakuan vonis Penghentian paksa dan uang serta biaya pengadilan Zul Achyar BH Bustaman terdakwa dalam pelanggaran merek dagang 3-STRIP di Indonesia.
Adidas mengajukan gugatan ini berdasarkan UU merek No. 15/2001, yang didasarkan pada ketentuan Pelanggaran Merek, khususnya atas penggunaan yang tidak sah dari merek dagang yang menyerupai menyebabkan kebingungan.
 
Hal ini disampaikan oleh pengacara Adidas, Juliane Sari Manurung dari Suryomurcito & Co mengatakan dalam sebuah pernyataan, yang diterima detikFinance, Kamis (2012/06/21) "Dasar dari hal ini adalah garis / strip untuk sepatu yang terlihat sangat mirip dengan 3-STRIP merek dagang Tergugat dimiliki oleh Adidas dan konsumen akan mudah tertipu oleh mereka. Merek Dagang Hukum di Indonesia untuk melindungi hal semacam ini, sejalan dengan internasional peraturan seperti Perjanjian WTO. Adidas akan mengambil tindakan hukum untuk melindungi hak-hak dan Pengadilan Niaga telah membuat keputusan yang tepat, " ungkapnya.

Merek adidas 3-STRIP terdaftar tidak hanya di Indonesia tetapi juga telah diakui sebagai merek terkenal dalam kasus lain di Indonesia. Misalnya dalam kasus No. 13/Merek/2010/PN.JKT.PST antara adidas melawan Kim Sung Soo di Pengadilan Niaga Jakarta, keputusan tanggal 14 Juni 2010 serta di banyak negara lain di luar negeri. Sidang pertama Merek Gugatan Pelanggaran yang diselenggarakan pada tanggal 5 Januari 2012 dan keputusan itu dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta pada tanggal 4 Mei 2012. Majelis hakim yang diketuai oleh Dr Sudharmawatiningsih SH, MH Seperti diketahui adidas didirikan pada tahun 1949, merek-3 STRIP telah digunakan sejak tahun 1949. Adidas produk telah diproduksi dan dijual secara luas di seluruh Indonesia. adidas juga telah memenangkan kasus serupa untuk melindungi merek dari 3-STRIPnya di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Belgia, Yunani dan Cina.

Kasus Sengketa "Warung Pojok" dengan "Waroeng Podjok"

SENGKETA MEREK WAROENG PODJOK VS WARUNG POJOK

 
WARUNG DULU KALA
 

Kasus ini terjadi antara PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” dengan pihak Rusmin Soepadhi sebagai pendaftar merek ” warung pojok”. Kasus ini diawali dengan adanya somasi dari pihaa Rusmin kepada PT. Puri Intirasa serta peringatan terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ” warung pojok”
 
Disampaikan oleh Bambang Pram Said dari firma hukum Said, Sudiro & Partners, mengatakan bahwa kasus sengketa merek seringkali terjadi disebabkan adanya pihak tertentu yang mengambil kesempatan untuk mencari kompensasi/uang ganti rugi dikemudian hari, dengan cara mendaftarkan merek-merek yang sudah dikenal umum masyarakat. Dengan mengetahui adanya merek yang sudah dikenal umum dan menghasilkan keuntungan, tetapi pemiliknya belum mendaftarkan mereknya di Ditjen HKI, pihak beritikad tidak baik segera mendahului mendaftarkan merek tersebut, walaupun saat itu tidak ada kepentingannya dengan merek itu. Kemudian hari pihak pendaftar dengan itikad tidak baik itu menyalahgunakan hak perlindungan merek yang diberikan Undang-Undang untuk melakukan manuver tertentu sehingga pemilik asli/ pengguna pertama merek itu terpaksa membayar kompensasi/ ganti rugi kepada si pendaftar beritikad tidak baik tersebut. Padahal dalam UU Merek No 15 tahun 2001 (UU Merek) pasal 4 telah diatur bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.

Bambang kini tengah menangani beberapa perkara HKI, antara lain perkara sengketa merek yang sedang dihadapi kliennya yakni PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah lama beroperasi di mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal lainnya. Menurut Bambang, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ” warung pojok”. Atas dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin baru melakukan pendaftaran tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal umum dan terindikasi adanya pendaftaran tanpa itikad baik, pihak Waroeng Podjok milik PT. Puri Intirasa yang diwakilinya melayangkan gugatan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga.

Bambang mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan ke pihak Rusmin bukan tanpa alasan, lantaran karena kliennya sudah mengoperasikan restoran dengan nama ”Waroeng Podjok” sejak tahun 1998 dan dapat dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak pada Dinas Pendapatan Daerah sejak tahun 1999. Klien kami juga dapat membuktikan adanya Surat Keputusan pengukuhan pajak dari Kepala Dinas Pemerintahan Daerah pada tahun 1999. Disamping itu klien kami juga sudah mendapatkan pengakuan dari Ditjen Pariwisata sehubungan dengan usaha makanan tradisionalnya. Bahkan sejak itu beberapa media cetak lokal maupun lingkup Asia telah meliput usaha kuliner tradisional ”Waroeng Podjok”.

“Klien kami menggugat karena memang melihat adanya pelanggaran, itikad tidak baik dan kesewenangan dalam pendaftaran nama Warung Pojok oleh pihak Rusmin. Klien kamilah yang pertama menggunakan nama Waroeng Podjok sejak 1998. Namun pihak Rusmin mengirim somasi pada klien kami dan membuat pernyataan terbuka di harian umum bahwa mereka sebagai pendaftar merek ”Warung Pojok” dan seolah penggunaan merek ”Waroeng Podjok” oleh PT. Intirasa adalah ilegal.
Akhirnya dalam proses pengadilan terbukti bahwa PT Puri Intirasa merupakan pihak yang terlebih dulu membuka usaha dengan nama “Waroeng Podjok”. Sehingga tuntutan pihak Rusmin terhadap PT Puri Intirasa agar tidak menggunakan nama ”Waroeng Podjok” serta membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 6 miliar, seluruhnya ditolak pengadilan dengan salah satu pertimbangan bahwa PT Puri Intirasa telah lebih dahulu melakukan usaha restoran dengan nama ”Waroeng Podjok”.
 
 
Waroemg Podjok
 
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga mengingatkan bahwa istilah/kata ”Warung Pojok” sudah dikenal dari masa ke masa. 
 
Warung Pojok
Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat 2 a UU Merek semestinya Ditjen HKI menghapus pendaftaran merek tersebut karena telah tidak digunakan lebih dari tiga tahun sejak pendaftarannya.
 
Kasasi ke Mahkamah Agung
Lantaran tuntutan membayar ganti rugi materill dan immaterill serta tuntutan agar PT Puri Intirasa tidak lagi menggunakan nama “Waroeng Podjok” seluruhnya ditolak Majelis Hakim, pihak Rusmin mengajukan kasasi atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung, yang didaftarkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 8 September 2008 lalu.
Menghadapi upaya kasasi tersebut, Bambang mengatakan pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah antisipasi. Kami berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan kenyataan bahwa pihak pendaftar merek ”warung pojok” tidak pernah menggunakan nama tersebut sejak pendaftarannya pada tahun 2002 hingga pertama kalinya di awal tahun 2008. Menurut UU Merek jika dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek tidak digunakan, maka Ditjen HKI akan menghapus pendaftaran merek tersebut. Tanpa adanya tuntutan dari pihak lainpun seharusnya Ditjen HKI berinisiatif menghapus pendaftaran merek tersebut, sebagaimana diamanatkan UU.
Tanggapan:
Kasus pendaftaran nama "Warung Podjok" dan "warung pojok" sebenenrnya hanya belum tuntas padahal pengadilan sudah menolak permohon Rusmin tetapi Ditjen HKI seharusnya tinggal menghapus pendaftaran merek tersebut seperti yang diamanatkan pada UU. Dan pada UU juga sudah tertera apabila jika dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek sudah tidak dapat digunakan lagi dan pendaftarannya harus dihapus. Dari berita yang telah saya peroleh di atas, saya menyimpulkan ternyata kasus pelanggaran hak merek dapat terjadi karena penyalahagunaan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab(pemohon yang tidak beritikad baik). Hal tersebut dapat merugikan pemohon yang beritikad baik. Apabila kasus-kasus seperti di atas diproses ke pengadilan sebaiknya pihak-pihak yang berwenang menangani kasus pemohon dengan lebih cermat.

Biore & Biorf saling klaim

JAKARTA:  Perusahaan produk kosmetik KAO Corporatin Jepang meminta Pengadilan Niaga membatalkan merek Biorf. Merek itu memiliki persama...